Filosofi Ketupat
Menurut filosofi Jawa, ketupat bukan hanya santapan khas Lebaran, namun memiliki arti khusus. Ketupat atau Kupat dalam bahasa Jawa adalah singkatan dari Ngaku Lepat atau Laku papat. Kata “Ngaku Lepat” memiliki arti mengakui kesalahan, sementara itu Ngaku Lepat berarti kamu memiliki pengetahuan yang tepat bagi masyarakat Jawa
Tradisi sungkeman yang sampai sekarang masih dilakukan bermula dari Ngaku Lepat. Sungkeman mengajarkan pentingnya rasa hormat kepada orang tua, kerendahan hati, ketulusan dan pengampunan dari orang lain, terutama orang tua.
Sementara itu Laku Papat memili arti empat tindakan dalam tradisi Lebaran yaitu lebaran, luberan, leburan dan laburan.
Setelah mengetahui sejarahnya, kita beralih ke filosofinya. Filosofi dari ketupat ini diketahui ada 4. Pertama adalah mencerminkan kesalahan manusia. Hal ini dilihat dari rumitnya anyaman bungkus ketupat di mana belum tentu semua orang bisa membuatnya dengan mudah.
Yang kedua adalah kemurnian hati. Setelah ketupat dipotong, akan terlihat nasi putih yang dianalogikan sebagai kebersihan dan kemurnian hati seseorang setelah minta maaf atas kesalahan yang mereka lakukan.
Ketiga adalah cerminan kesempurnaan. Bentuk ketupat yang sempurna terhubung dengan kemenangan kaum Muslim setelah melewati puasa selama sebulan dan akhirnya menginjak Lebaran.
Lalu yang terakhir adalah permintaan maaf. Ketupat biasanya disajikan dengan menu lain yang menggunakan bahan santan, karena itu dalam bahasa Jawa diucapkan “Kupat Santen” Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten. Yang artinya adalah “Saya punya kesalahan, saya minta maaf”.
#GenerasiMudaNU
#JagaTradisi
#SemuaAkanNUPadaWaktunya
Leave a Comment