Cerita Gus Dur Tidur di Lantai Rumah Budayawan Ahmad Tohari
Tulisan ini terdahulu dipublikasikan oleh NU Online dengan judul sama!
Jakarta – Sebagai tokoh nasionalis yang terkenal dengan kepemimpinannya, KH Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan Gus Dur merupakan sosok yang sederhana. Sebagaimana diceritakan seorang budayawan asal Jawa Tengah dalam seminar virtual Refleksi Haul Gus Dur ke 11.
Dalam acara yang bertajuk “Gus Dur Sahabat Lintas Iman, Menebarkan Damai, dan Soliditas Umat” Ahmad Tohari bercerita, suatu ketika Gus Dur dalam perjalan dari Jawa Timur menuju Jakarta melalui jalur selatan. Ketika masuk wilayah kecamatan tempat sahabatnya, beliau berkata kepada sopir jika hendak mampir silaturahim.
Sebagai orang kampung yang didatangi oleh kiai besar pemimpin umat Islam yang jamaahnya jutaan, keluarga Ahmad Tohari ingin menghidangkan sesuatu yang pas dan layak, apalagi kala itu Gus Dur menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
“Kala itu istri saya hendak keluar rumah mencari daging. Melihat peristiwa tersebut langkahnya terhenti oleh Gus Dur, beliau berkata untuk makan seadanya saja. Alhasil malam itupun kita menyantap hidangan ala kadarnya,” ujar Ahmad di Jakarta, Selasa, (5/1).
Usai makan malam bersama, Gus Dur ijin menumpang mandi untuk bersih diri dan melaksanakan sholat. Selepas itu ia membaringkan badan di lantai yang hanya beralas sebuah karpet kasar. Melihat hal itu Ahmad beserta istri dan anak-anaknya hampir tidak bisa tidur semalaman sebab tercekam oleh pemandangan itu. Peristiwa tersebut mengingatkan dirinya terhadap sepenggal kata bijak yang mengatakan “perilaku orang berilmu adalah sebuah pelajaran yang penting”.
“Jadi tergeletaknya Gus Dur di lantai rumah saya adalah sebuah pelajaran yang perlu diperhatikan oleh orang yang biasa tidur di kasur kelas satu yang empuk. Cobalah sesekali melihat bagaimana Gus Dur tidur yang hanya beralas karpet kasar. Apakah beliau hanya ingin memberi pelajaran kepada saya, agar berani hidup sederhana? Atau karena memang ada ajarannya?” tanya penulis novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yang telah di filmkan dengan judul Sang Penari tahun 2011 itu.
Setelah ia mendiskusikan hal tersebut dengan para kiai muda. Konon ada suatu hadist yang menceritakan pada suatu ketika di sebelah pipi Kanjeng Nabi ada cap daun kurma, hal itu menandakan bahwa Kanjeng Nabi pun pernah tidur di lantai yang beralas daun kurma.
Peristiwa semacam itu membuat Ahmad tergelitik dan menjadikan dirinya benar-benar menganggap Gus Dur sebagai guru, sahabat, sekaligus teman berguraunya.
Ia berpesan, satu hal yang harus dicontoh dari seorang Gus Dur, terutama bagi anak muda. Beliau adalah orang yang menerima siapapun dan dari kelompok manapun. Begitu juga sebaliknya, siapa saja dan dari latar belakang mana saja selalu menerima Gus Dur. Dunianya sangat luas, tanpa batas, dan itu semua mendatangkan kenikmatan.
“Jadi kalau anak muda yang sekarang sedang tumbuh, bangunlah dirimu menjadi orang yang bisa diterima dimana pun dan mau menerima siapapun. Pasti dunia anda akan sangat luas, dan juga sangat indah,” demikian kata Ahmad Tohari mengakhiri kisahnya dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh Poros Sahabat Nusantara (POS NU), Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Cilacap, dan Sedulur Mahasiswa Rantau Cilacap Jakarta Raya.
Penulis : Disisi Saidi Fatah
Penyunting : Kendi Setiawan
Sumber : NU Online
Leave a Comment